Tim Leader Fasilitator Perpuseru¸
Bagus Suminar, terbang sambil membentangkan kedua tangannya berputar mengitari
seluruh peserta Pelatihan Fasilitator. Gaya terbang tersebut sekaligus sebagai
penutup semua perkenalan pada pagi itu, Minggu (19/10/2014). Gaya terbang ini
seolah mengingatkan kembali pada seluruh peserta Pelatihan Fasilitator
Perpuseru, slogan besar program Perpuseru ‘Bersama Terbang Menembus Batas’.
Program Perpuseru dilaksanakan Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) didukung
Bill & Melinda Gates Foundation bekerja sama Peac Bromo dan jalin mitra PT.
Telkom.
Bagus Suminar yang memimpin acara
perkenalan mengajak memperkenalkan diri dengan gaya masing-masing disertai
yel-yel diri. Cara seperti ini katanya akan memperlihatkan karakter pribadi
tiap peserta. Sesi perkenalan pun dimulai. Ada yang dengan gaya goyang milik
Inul Daratista diadopsi Niklah ‘Dina’ Nomida dari CCFI, ada gaya Gogon Srimulat
dipakai Johan Adi Sanjaya dari Lumajang Jawa Timur. Dan aku sendiri pakai gaya
Bung Tomo, itu tu Pahlawan Nasional dari Surabaya. Terkadang aku berpikir, kok
bisa spontan aku pilih gaya tersebut. Apa egoku masih tinggi dengan melihatkan
ke-aku-anku? Semoga aja tidak, ambil positifnya aja. Semoga kawan-kawan
Fasilitator Perpuseru mampu jadi pahlawan untuk kemajuan perpustakaan desa
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Pagi itu sungguh tak ada batas
dan sekat antara panitia maupun peserta pelatihan. Semua berbaur jadi satu.
Semua juga berkenalan dengan gaya khasnya sendiri, termasuk pula panitia. Cara
seperti ini belum aku temui sebelumnya di pelatihan yang pernah aku ikuti.
Biasanya panitia jaga image atau jaim.
Namun tidak begitu saat giliran Direktur Program Perpuseru Erlyn
Sulistyaningsih, beliau pun memperkenalkan diri dengan gaya yang dipilih.
Begitupun Direktur Peac Bromo Samsul Hadi, beliau juga tak canggung pilih gaya
perkenalan di depan semua peserta.
Sungguh menarik ketika aku
mengamati dan mencari sedikit tahu latar belakang 41 fasilitator perpuseru. Keingintahuan
itu aku peroleh dengan melihat akun facebook, ngobrol langsung atau sekadar
memancing saat ngobrol sepintas dengan kawan-kawan. Ternyata aku ‘klepo’ juga
seperti Ibu Siti selaku Kepala Perpustakaan Kabupaten Bojong Kenyot. Cerita dalam
materi advokasi yang disampaikan Hastin Atas Asih. Sebelum terpilih jadi
fasilitator perpuseru, selama ini mereka bergelut dengan aktivitas yang sangat
beraneka ragam. Fasilitator perpuseru
sampai aku gambarkan sebagai minitur bangsa Indonesia. Berasal dari beraneka
ragam budaya, tradisi, bahasa daerah, profesi, pendidikan dan tentunya beraneka
ragam pola pikir. Bhineka lah… kalau boleh aku menyebutnya.
Seperti sosok Anis Nugrahanto.
Aku penasaran dengan pelaku agrobisnis asal Temanggung Jawa Tengah, saat sesi
wawancara seleksi calon fasilitator perpuseru di Semarang, 18 September lalu.
Di bailik sifatnya yang penuh humor dan usia yang tak muda lagi, ia masih
bersemangat dan aktif mengikuti semua sesi pelatihan. Ternyata Anis sudah lama
bergelut di dunia pendampingan petani. Kini, tatkala ia dan Muhammad Farichin
mendampingi Perpustakaan Desa di Kabupaten Wonosobo, optimis mampu melaksanakan
tugas dengan baik. Jauh hari sebelumnya, Anis sudah melakukan pendampingan
petani kentang di Wonosobo.
Muncul pula sosok bernama Asep
Saiful Rohman. Saat pelatihan di Bali, ia lebih dikenal dengan ‘Obat Cacing Cap
Dolly’. Pada wajahnya yang alim dan cool,
ia juga punya sisi humoris. Keseharian Asep sebagai Dosen di Universitas
Padjadjaran Bandung. Asep yang menyelesaikan S2 bidang Ilmu Informatika dan
Perpustakaan jadi fasilitator untuk Kabupaten Soreang Bandung.
Dari Kabupaten Tabalong
Kalimantan Selatan, sosok yang menginspirasiku juga untuk berubah ke berpikir
positif dan belajar ilmu berbagi. Tak lain ia bernama Awiek Hadi Widodo. Fasilitator
kelahiran Jember Jawa Timur telah merubah banyak paradigmaku. Sampai-sampai
setiap malam aku sering begadang di kamar hotel yang ia dihuni bersama Johan
Adi Wijaya dari Lumajang Jawa Timur. Awiek begitu ia biasa dipanggil, pemilik
Pradata bergerak di bidang menggerakkan masyarakat Tabalong untuk bergerak
berubah. Lewat pelatihan computer, internet, menjahit dan menyetir dan
pengembangan diri melalui motivasi.
Dari beliau aku juga diberi bekal
segepok file berisi film motivasi, contoh proposal kegiatan, silabus pelatihan komputer
dan file lain yang ku anggap penting. Bapak 3 putra yang semua sudah menempuh
pendidikan di Perguruan Tinggi, juga jadi rebutan saat ia melintas. Tujuannya tak
lain minta dipotret. Makasih banyak Pak Awiek, meski aku sudah pulang kampung,
BBM dan facebook berisi motivasi masih masuk menghiasi androidku.
Temanku sendiri dari Kabupaten
Jepara Jawa Tengah, Tahyatur Ratih, sudah punya Komunitas Ibu Profesional
Jepara (IPJ). Komunitas para ibu dan calon ibu yang senantiasa ingin
meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang istri, ibu dan perempuan. Kegiatan
berupa Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif dan Bunda Soleha. Ada
kuliah juga berupa kuliah online bersama Master Lecture Bunda Septi, ibu
teladan nasional. Kegiatan IPJ tiap dua Jum’at sekali di Aula Perpusdes Jepara.
Waktu kegiatan IPJ dibuat on time, agar
peserta kuliah tak dibiasakan datang terlambat.
Ada nama besar yang terlewat dari
keingintahuanku. Ya, Benny Arnas, sosok muda nan cakep ini muncul secara
tiba-tiba dalam benakku saat tampil memukau di pembukaan pelatihan. Puisi
‘Orang-Orang Gila’ yang telah menyadarkanku akan adanya sastrawan sekaliber
nasional yang gabung juga sebagai fasilitator perpuseru. Benny yang jadi
fasilitator di kampung halaman, Lubuk Linggau Sumatera Selatan, tinggal
melanjutkan kiprahnya. Sebelumya, ia sudah aktif di Perpustakaan Lubuk Linggau
dengan ‘Linggau Class Writing’ yang ia dirikan. Khusus untuk Benny, aku
meluangkan waktu khusus untuk berbagi pengalaman di dunia tulis menulis. Banyak
makasih atas waktu dan pengalaman yang telah dibagi Brade!
Aku terus mencari profesi unik
kawan-kawan fasilitator perpuseru. Setelah 3 hari berada di pelatihan, ketemu
juga sosok baru yang aku cari. Lita Rahman, begitu namanya tertulis di akun
facebook miliknya. Lulusan Psikologi Universitas Padjadjaran terpilih untuk
Kabupaten Sukabumi, maaf kalau salah, aku belum sempat cek di data perpuseru.
Alumni SMAN 2 Denpasar ini juga aktif di Komunitas Bandung Berkebun yang
digalakkan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Karena ada hoby yang sama di bidang
berkebun denganku, aku juga sempatkan berbagi pengalaman dengan Lita. Sepulang
makan malan di Pirates Restaurant The Bay Nusa Dua, loby hotel jadi tempat
saling berbagi pengalaman berkebun tersebut. Makasih ya Mbak Lita!
Sementara dari pihak panitia yang
aku bidik dari Peac Bromo. Kawan-kawan CCFI sebagian besar aku sudah mengenal.
Sosok Bagus Suminar yang aku incar. Beliau yang mewawancarai aku saat seleksi
calon fasilitator perpuseru, di Semarang. Sosok yang mengena di hatiku. Sosok
santun, baik sikap maupun bicara dengan pengalaman yang luas.
Sebetulnya ada seseorang yang mau aku
ajak wawancara lebih jauh. Ada hasrat besar untuk komunikasi. Karena aku masih
canggung, belum berani mendekati. Mungkin nanti saat Pelatihan Mentoring di
Yogyakarta aku bisa manfaatkan waktu yang ada untuk wawancara. Bisa sih aku
melihat profil beliau di web milik Peac Bromo. Tapi rasanya kurang gimana gitu.
Maaf Cak Samsul Hadi ya!
Tulisanku tentang Cak Samsul Hadi dan
Pak Bagus Suminar akan ku tulis di halaman yang lain. Maaf juga kawan-kawan
yang belum kusebut dalam tulisan ini, insyaalah akan ku tulis di halaman yang
berbeda lain waktu. Maaf sekali lagi ya!
Meski berangkat dari kebhinekaan, 41 fasilitator, 76
perpustakaan, 19 kabupaten, yang tersebar di 12 provinsi, semangat terbang
menembus batas harus selalu dijadikan roh. Keanekaragaman kita, tidak dijadikan
alasan hambatan. Jadikanlah tantangan untuk kemajuan perpustakaan desa berbasis
TIK. Batas tidak hanya ruang dan waktu. Batas juga bisa berupa ego kita, beda
pendidikan dan pengalaman kita dengan masyarakat. Batas-batas itu harus kita
runtuhkan. Mari berbaur dengan masyarakat dengan tanpa batas. Tentunya tetap
mengedepankan norma sesuai masyarakat dimana kita berada. Semoga
metode perkenalan
yang dibuat Pak Bagus Suminar di atas bisa kita jadikan contoh, tak ada batas
antara satu
dengan yang lain. Hidup Perpuseru! Hidup Perpusdes Berbasis TIK! Hidup
masyarakat berbasis TIK! (Sochib)
No comments:
Post a Comment