Tuesday, 18 November 2014

PerpuSeru Menembus Batas



Tim Leader Fasilitator Perpuseru¸ Bagus Suminar, terbang sambil membentangkan kedua tangannya berputar mengitari seluruh peserta Pelatihan Fasilitator. Gaya terbang tersebut sekaligus sebagai penutup semua perkenalan pada pagi itu, Minggu (19/10/2014). Gaya terbang ini seolah mengingatkan kembali pada seluruh peserta Pelatihan Fasilitator Perpuseru, slogan besar program Perpuseru ‘Bersama Terbang Menembus Batas’. Program Perpuseru dilaksanakan Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) didukung Bill & Melinda Gates Foundation bekerja sama Peac Bromo dan jalin mitra PT. Telkom.

Bagus Suminar yang memimpin acara perkenalan mengajak memperkenalkan diri dengan gaya masing-masing disertai yel-yel diri. Cara seperti ini katanya akan memperlihatkan karakter pribadi tiap peserta. Sesi perkenalan pun dimulai. Ada yang dengan gaya goyang milik Inul Daratista diadopsi Niklah ‘Dina’ Nomida dari CCFI, ada gaya Gogon Srimulat dipakai Johan Adi Sanjaya dari Lumajang Jawa Timur. Dan aku sendiri pakai gaya Bung Tomo, itu tu Pahlawan Nasional dari Surabaya. Terkadang aku berpikir, kok bisa spontan aku pilih gaya tersebut. Apa egoku masih tinggi dengan melihatkan ke-aku-anku? Semoga aja tidak, ambil positifnya aja. Semoga kawan-kawan Fasilitator Perpuseru mampu jadi pahlawan untuk kemajuan perpustakaan desa berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 

Pagi itu sungguh tak ada batas dan sekat antara panitia maupun peserta pelatihan. Semua berbaur jadi satu. Semua juga berkenalan dengan gaya khasnya sendiri, termasuk pula panitia. Cara seperti ini belum aku temui sebelumnya di pelatihan yang pernah aku ikuti. Biasanya panitia jaga image atau jaim.  Namun tidak begitu saat giliran Direktur Program Perpuseru Erlyn Sulistyaningsih, beliau pun memperkenalkan diri dengan gaya yang dipilih. Begitupun Direktur Peac Bromo Samsul Hadi, beliau juga tak canggung pilih gaya perkenalan di depan semua peserta. 


Sungguh menarik ketika aku mengamati dan mencari sedikit tahu latar belakang 41 fasilitator perpuseru. Keingintahuan itu aku peroleh dengan melihat akun facebook, ngobrol langsung atau sekadar memancing saat ngobrol sepintas dengan kawan-kawan. Ternyata aku ‘klepo’ juga seperti Ibu Siti selaku Kepala Perpustakaan Kabupaten Bojong Kenyot. Cerita dalam materi advokasi yang disampaikan Hastin Atas Asih. Sebelum terpilih jadi fasilitator perpuseru, selama ini mereka bergelut dengan aktivitas yang sangat beraneka ragam.  Fasilitator perpuseru sampai aku gambarkan sebagai minitur bangsa Indonesia. Berasal dari beraneka ragam budaya, tradisi, bahasa daerah, profesi, pendidikan dan tentunya beraneka ragam pola pikir. Bhineka lah… kalau boleh aku menyebutnya.


Seperti sosok Anis Nugrahanto. Aku penasaran dengan pelaku agrobisnis asal Temanggung Jawa Tengah, saat sesi wawancara seleksi calon fasilitator perpuseru di Semarang, 18 September lalu. Di bailik sifatnya yang penuh humor dan usia yang tak muda lagi, ia masih bersemangat dan aktif mengikuti semua sesi pelatihan. Ternyata Anis sudah lama bergelut di dunia pendampingan petani. Kini, tatkala ia dan Muhammad Farichin mendampingi Perpustakaan Desa di Kabupaten Wonosobo, optimis mampu melaksanakan tugas dengan baik. Jauh hari sebelumnya, Anis sudah melakukan pendampingan petani kentang di Wonosobo.

Muncul pula sosok bernama Asep Saiful Rohman. Saat pelatihan di Bali, ia lebih dikenal dengan ‘Obat Cacing Cap Dolly’. Pada wajahnya yang alim dan cool, ia juga punya sisi humoris. Keseharian Asep sebagai Dosen di Universitas Padjadjaran Bandung. Asep yang menyelesaikan S2 bidang Ilmu Informatika dan Perpustakaan jadi fasilitator untuk Kabupaten Soreang Bandung.   

Dari Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, sosok yang menginspirasiku juga untuk berubah ke berpikir positif dan belajar ilmu berbagi. Tak lain ia bernama Awiek Hadi Widodo. Fasilitator kelahiran Jember Jawa Timur telah merubah banyak paradigmaku. Sampai-sampai setiap malam aku sering begadang di kamar hotel yang ia dihuni bersama Johan Adi Wijaya dari Lumajang Jawa Timur. Awiek begitu ia biasa dipanggil, pemilik Pradata bergerak di bidang menggerakkan masyarakat Tabalong untuk bergerak berubah. Lewat pelatihan computer, internet, menjahit dan menyetir dan pengembangan diri melalui motivasi.



Dari beliau aku juga diberi bekal segepok file berisi film motivasi, contoh proposal kegiatan, silabus pelatihan komputer dan file lain yang ku anggap penting. Bapak 3 putra yang semua sudah menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, juga jadi rebutan saat ia melintas. Tujuannya tak lain minta dipotret. Makasih banyak Pak Awiek, meski aku sudah pulang kampung, BBM dan facebook berisi motivasi masih masuk menghiasi androidku.

Temanku sendiri dari Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Tahyatur Ratih, sudah punya Komunitas Ibu Profesional Jepara (IPJ). Komunitas para ibu dan calon ibu yang senantiasa ingin meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang istri, ibu dan perempuan. Kegiatan berupa Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif dan Bunda Soleha. Ada kuliah juga berupa kuliah online bersama Master Lecture Bunda Septi, ibu teladan nasional. Kegiatan IPJ tiap dua Jum’at sekali di Aula Perpusdes Jepara. Waktu kegiatan IPJ dibuat on time, agar peserta kuliah tak dibiasakan datang terlambat.  

Ada nama besar yang terlewat dari keingintahuanku. Ya, Benny Arnas, sosok muda nan cakep ini muncul secara tiba-tiba dalam benakku saat tampil memukau di pembukaan pelatihan. Puisi ‘Orang-Orang Gila’ yang telah menyadarkanku akan adanya sastrawan sekaliber nasional yang gabung juga sebagai fasilitator perpuseru. Benny yang jadi fasilitator di kampung halaman, Lubuk Linggau Sumatera Selatan, tinggal melanjutkan kiprahnya. Sebelumya, ia sudah aktif di Perpustakaan Lubuk Linggau dengan ‘Linggau Class Writing’ yang ia dirikan. Khusus untuk Benny, aku meluangkan waktu khusus untuk berbagi pengalaman di dunia tulis menulis. Banyak makasih atas waktu dan pengalaman yang telah dibagi Brade!

Aku terus mencari profesi unik kawan-kawan fasilitator perpuseru. Setelah 3 hari berada di pelatihan, ketemu juga sosok baru yang aku cari. Lita Rahman, begitu namanya tertulis di akun facebook miliknya. Lulusan Psikologi Universitas Padjadjaran terpilih untuk Kabupaten Sukabumi, maaf kalau salah, aku belum sempat cek di data perpuseru. Alumni SMAN 2 Denpasar ini juga aktif di Komunitas Bandung Berkebun yang digalakkan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Karena ada hoby yang sama di bidang berkebun denganku, aku juga sempatkan berbagi pengalaman dengan Lita. Sepulang makan malan di Pirates Restaurant The Bay Nusa Dua, loby hotel jadi tempat saling berbagi pengalaman berkebun tersebut. Makasih ya Mbak Lita!

Sementara dari pihak panitia yang aku bidik dari Peac Bromo. Kawan-kawan CCFI sebagian besar aku sudah mengenal. Sosok Bagus Suminar yang aku incar. Beliau yang mewawancarai aku saat seleksi calon fasilitator perpuseru, di Semarang. Sosok yang mengena di hatiku. Sosok santun, baik sikap maupun bicara dengan pengalaman yang luas. 
   

Sebetulnya ada seseorang yang mau aku ajak wawancara lebih jauh. Ada hasrat besar untuk komunikasi. Karena aku masih canggung, belum berani mendekati. Mungkin nanti saat Pelatihan Mentoring di Yogyakarta aku bisa manfaatkan waktu yang ada untuk wawancara. Bisa sih aku melihat profil beliau di web milik Peac Bromo. Tapi rasanya kurang gimana gitu. Maaf Cak Samsul Hadi ya!

Tulisanku tentang Cak Samsul Hadi dan Pak Bagus Suminar akan ku tulis di halaman yang lain. Maaf juga kawan-kawan yang belum kusebut dalam tulisan ini, insyaalah akan ku tulis di halaman yang berbeda lain waktu. Maaf sekali lagi ya!



Meski berangkat dari kebhinekaan, 41 fasilitator, 76 perpustakaan, 19 kabupaten, yang tersebar di 12 provinsi, semangat terbang menembus batas harus selalu dijadikan roh. Keanekaragaman kita, tidak dijadikan alasan hambatan. Jadikanlah tantangan untuk kemajuan perpustakaan desa berbasis TIK. Batas tidak hanya ruang dan waktu. Batas juga bisa berupa ego kita, beda pendidikan dan pengalaman kita dengan masyarakat. Batas-batas itu harus kita runtuhkan. Mari berbaur dengan masyarakat dengan tanpa batas. Tentunya tetap mengedepankan norma sesuai masyarakat dimana kita berada. Semoga metode perkenalan yang dibuat Pak Bagus Suminar di atas bisa kita jadikan contoh, tak ada batas antara satu dengan yang lain. Hidup Perpuseru! Hidup Perpusdes Berbasis TIK! Hidup masyarakat berbasis TIK! (Sochib)

Monday, 17 November 2014

Selalu Tampil Beda dan Unik



Setelah hampir dua jam terbang, pesawat mendarat dengan selamat di Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar. Terasa masih belum yakin jika kaki telah menginjak Pulau Seribu Dewa. Sebuah pulau yang diidam-idamkan oleh wisatawan mancanegara. Terkadang ada yang bilang belum pernah pergi ke Indonesia, tapi sudah berwisata ke Pulau Bali. Sebuah ikon wisata yang mengedepankan budaya sebagai daya tarik wisatawan. Inilah destinasi wisata tingkat dunia yang ada di Negara Indonesia.

Ini pengalaman kali pertamaku pergi ke Bali. Pengalaman perdana juga naik pesawat terbang. Meski acap kali aku malu untuk mengatakan ke para sahabatku. Namun sudahlah, toh nyatanya aku sudah menginjak tanah Bali. Dan bisa naik pesawat meski hanya Wings Air dan itu pun gratis bukan dari saku pribadi. Di pesawat yang mengantarku dari Semarang ke Denpasar inilah sensasi aku dapatkan. Dada terasa dag dig dug kencang saat pesawat take off. Namun perasaan itu aku sembunyikan dengan seolah olah membaca majalah yang ada di depanku. Malu dong sama penumpang perempuan di sampingku. Sebenarnya sih dia tak ku kenal, ngapain repot!

Keluar dari pesawat aku manfaatkan sedikit kesempatan untuk berfoto. Tentu berlatarbelakang pesawat. Temanku Tahyatur Ratih yang kusuruh jepret. Meski nanti ujungnya dia juga minta gantian dipotret. Sementara Ali Ma’mun tak bersedia ketika mau aku jepret. Sedangkan Badiatul Husnia, sudah berjalan duluan. Oh ya, peserta Pelatihan Fasilitator Perpuseru yang berangkat dari Semarang ada 4 orang. Ketiga peserta dari Jepara, sementara yang satu, Badiatul Husnia dari Kabupaten Batang. 



Oya hampir lupa, kami ke Bali dalam rangka Pelatihan Fasilitator Perpuseru kerjasama antara Coca Cola Foundation Indonesia, Bill and Melinda Gate Foundation dan Peac Bromo. Acara bertujuan mengembangkan perpustakaan sebagai pusat kegiatan masyarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Hasil dari pelatihan kami diharapkan mendampingi perpustakaan desa mitra perpuseru. Perpustakaan desa paling strategis untuk pemberdayaan masyarakat karena letaknya dekat dengan masyarakat. Baik dekat lokasi maupun kedekatan secara psikologis dengan aparatur desa.

Serasa Lama Kenal

Barengnya kami dari Semarang bukan karena kebetulan lho. Kami sudah ber say hello lewat facebook. Dari media sosial ini pula kami berkomunikasi layaknya sahabat yang sudah lama saling kenal. Facebook ya facebook. Media awal sebagai sarana perkenalan antar fasilitator perpuseru. Kita sudah dibuatkan group rahasia bernama Fasiliator Perpuseru. Manfaat memang kita rasakan. Seakan kita sudah berkumpul lama jadi satu tim di perpuseru. Aku tahu betul nama-nama dan dari kota mana saja mereka.

Misalnya Nawawi Naam yang khas dengan bahasa nyantai yang dibalut serius. Rasyid Badafal dengan jenggot berkucir, BossMalas yang bikin aku penasaran dengan sekolah entrepreneurnya. Ada juga Awiek Hadi Widodo, orang yang sukses dengan komputer dan JikaMaka. Tak lupa pula dengan sosok blogger berkacamata asal Kabupaten Soreang Bandung, Ade Truna dan wajah yang kelihatan selalu senyum, Ade Saprudin dari Sukabumi.  Semua tentu tak akan ku tulis disini. Nanti ada waktu sendiri.




Sebelum berangkat ke Denpasar, kita sudah tahu jika kita peserta yang paling awal datang. Itu dari jadwal yang diberikan panitia lewat email. Setelah tas masing-masing di tangan, kita tak langsung keluar dari bandara. Kita duduk santai di dalam bandara. Di ruang sinilah kami bikin status di facebook kalau sudah nyampai. Status kita berisi sudah nyampai bandara dan tanya naik apa ke lokasi pelatihan. Mas Yuli Afriyandi, Program Officer area 2 untuk Jawa Tengah dan DIY kasih komentar untuk hubungi pihak Antavaya.

Bagian menelpon inilah yang jadi tugasku. Ku cari nomer hape bos Antavaya, Joe, di email yang pernah masuk ke androidku. Lalu ku hubungi. Setelah berulang-ulang ku telpon ternyata tidak aktif atau di luar jangkauan. Serasa tak kehabisan akal, ku cari nomer telpon agen perjalanan Antavaya yang ada di Jakarta. Setelah ku temukan, dari seberang sana yang menjawab suara cewek yang mengaku operator. Ditunggu beberapa detik, operator tadi bilang kalau Joe sedang cuti. Geram dalam hatiku dan gumam kejengkelan teman lain ketika dengar Joe cuti. Namun apa daya lagi?

Sambil masih menunggu barangkali ada konfirmasi dari teman atau siapa saja, kita makan roti bekal dari Semarang. Maklum perut sudah dirasakan kosong. Di saat itulah, lewat di hadapan kita sosok yang rasanya tak lagi asing. Ia membantu mendorong troli penuh muatan milik seorang ibu separo baya. Mengenakan kaos putih berkerah dipadu celana jeans. Ya, Awiek Hadi Widodo, meski aku hanya lihat wajah di akun facebook miliknya. Aku juga pernah berkenalan lewat media tersebut. Di hati yang tersembunyi, sebenarnya aku menaruh hati dengan program JikaMaka Perpuseru dan LPK Komputer Pradata miliknya yang dibarengi dengan pengembangan diri dan motivasi. Amat jarang dilirik oleh LPK lain yang hanya mengedepankan pilihan kursus saja. Akhirnya kita berempat dan dia saling jabat tangan.     

Belum lama kita saling bicara, dari sisi lain muncul rombongan dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Mereka Khabib Alia Akhmad, Wahyu Tri Tejo Kusumo GPU, Muhammad Farichin, Ahmad Fajri Nida, Ibrahim Dwi Nugroho dan Indri Hapsari. Seperti melestarikan budaya bangsa Indonesia, kami pun saling bersalaman dan menyebut nama diri masing-masing. Satu persatu tangan saling bersentuhan dan bergantian. Tatkala tangan kuulurkan ke Wahyu Tri Tejo, ia berujar Mas Sochib yang gokil itukah… Ucapan itu mungkin tak ada yang salah. Ya, mungkin komentar saya di akun facebooknya yang menggelitik tentang embel-embel GPU, aku bilang apa ada hubungan dengan produk minyak urut? Maaf ya Wahyu Tejo. Itu sekadar joke biar rasa lebih dekat.


Entah siapa yang mengawali memberi komando, rombongan bareng keluar dari bandara. Eh ternyata, jemputan dari antavaya sudah menunggu di luar. Saat ketemu kita, salah satu orang dari mereka berucap dikira rombongan pertama balik lagi ke semarang. Hanya senyum dan tertawa kecil yang keluar dari wajah-wajah lelah rombongan dari Semarang, termasuk aku. Ternyata sejak tadi rombongan dari Semarang dan panitia saling menunggu di tempat berbeda. Hahaha… sudah saling ngedumel yang tak bisa saling disalahkan.     

Saat naik bus jemputan menuju lokasi, hati dan lelah terasa plong. Hotel Best Western Premier di Jalan Sunset Road No.9 Seminyak Kuta Bali, jadi tujuan utama. Selamat datang gedung megah nan eksotis. Selama 9 hari 8 malam kami akan menumpang di hatimu. Dan di jantungmu kami akan saling berbagi ilmu dan pengalaman. Ilmu dan pengalaman yang kita dapat dari sini, suatu saat nanti pulang kita akan saling membagikan juga ke masyarakat desa masing-masing. Semoga bermanfaat dan membawa berkah semua yang terlibat di Perpuseru. Ada Coco Cola Foundation Indonesia, Peac Bromo dan PT.Telkom. (Sochib)